Sabtu, 30 Agustus 2008

Surat Cinta Minimalis

Mengapa ?
Karena Dia Manusia Biasa ...
"Ugik Madyo"

Setiap kali ada teman yang mau
menikah, saya selalu mengajukan
pertanyaan yang sama. Kenapa kamu
memilih dia sebagai suamimu/istrimu?
Jawabannya sangat beragam. Dari mulai
jawaban karena Allah hingga jawaban
duniawi (cakep atau tajir :D manusiawi
lah :P).

Tapi ada satu jawaban yang sangat
berkesan di hati saya. Hingga detik
ini saya masih ingat setiap detail
percakapannya.

Jawaban salah seorang teman yang baru
saja menikah. Proses menuju
pernikahannya sungguh ajaib. Mereka
hanya berkenalan 2 bulan.

Lalu memutuskan menikah. Persiapan
pernikahan hanya dilakukan dalam waktu
sebulan saja. Kalau dia seorang
akhwat, saya tidak akan heran.
Proses pernikahan seperti ini sudah
lazim. Dia bukanlah akhwat, sama
seperti saya. Satu hal yang pasti, dia
tipe wanita yang sangat berhati-hati
dalam memilih suami.



Trauma dikhianati lelaki membuat
dirinya sulit untuk membuka diri.
Ketika dia memberitahu akan menikah,
saya tidak menanggapi dengan serius.
Mereka berdua baru kenal sebulan. Tapi
saya berdoa, semoga ucapannya menjadi
kenyataan. Saya tidak ingin melihatnya
menangis lagi.

Sebulan kemudian dia menemui saya. Dia
menyebutkan tanggal pernikahannya.
Serta memohon saya untuk cuti, agar
bisa menemaninya selama proses
pernikahan.
Begitu banyak pertanyaan dikepala
saya. Asli.

Saya pengin tau, kenapa dia begitu
mudahnya menerima lelaki itu.
Ada apakan gerangan? Tentu suatu hal
yang istimewa. Hingga dia bisa
memutuskan menikah secepat ini. Tapi
sayang, saya sedang sibuk sekali waktu
itu
(sok sibuk sih aslinya).

Saya tidak bisa membantunya
mempersiapkan pernikahan. Beberapa
kali dia telfon saya untuk meminta
pendapat tentang beberapa hal.
Beberapa kali saya telfon dia untuk
menanyakan perkembangan persiapan
pernikahannya. That's all. Kita
tenggelam dalam kesibukan masing-
masing.

Saya menggambil cuti sejak H-2
pernikahannya. Selama cuti itu saya
memutuskan untuk menginap dirumahnya.
Jam 11 malam, H-1 kita baru bisa
ngobrol -hanya- berdua.

Hiruk pikuk persiapan akad nikah besok
pagi, sungguh membelenggu kita.
Padahal rencananya kita ingin ngobrol
tentang banyak hal. Akhirnya, bisa
juga kita ngobrol berdua. Ada banyak
hal yang ingin saya tanyakan. Dia juga
ingin bercerita banyak pada saya.
Beberapa kali Mamanya mengetok pintu,
meminta kita tidur.

"Aku gak bisa tidur." Dia memandang
saya dengan wajah memelas. Saya paham
kondisinya saat ini.

"Lampunya dimatiin aja, biar dikira
kita dah tidur."

"Iya.. ya." Dia mematikan lampu neon
kamar dan menggantinya dengan lampu
kamar yang temaram. Kita melanjutkan
ngobrol sambil berbisik-bisik.
Suatu hal yang sudah lama sekali tidak
kita lakukan. Kita berbicara banyak
hal, tentang masa lalu dan impian-
impian kita. Wajah sumringahnya
terlihat jelas dalam keremangan kamar.
Memunculkan aura cinta yang menerangi
kamar saat itu. Hingga akhirnya
terlontar juga sebuah pertanyaan yang
selama ini saya pendam.

"Kenapa kamu memilih dia?" Dia
tersenyum simpul lalu bangkit dari
tidurnya sambil meraih HP dibawah
bantalku. Berlahan dia membuka laci
meja riasnya.
Dengan bantuan nyala LCD HP dia
mengais lembaran kertas didalamnya.
Perlahan dia menutup laci kembali lalu
menyerahkan selembar amplop pada saya.
Saya menerima HP dari tangannya.
Amplop putih panjang
dengan kop surat perusahaan tempat
calon suaminya bekerja. Apaan sih.
Saya memandangnya tak mengerti. Eeh,
dianya malah ngikik geli.

"Buka aja." Sebuah kertas saya tarik
keluar. Kertas polos ukuran A4, saya
menebak warnanya pasti putih hehehe.
Saya membaca satu kalimat diatas
dideretan paling atas.

"Busyet dah nih orang.." Saya
menggeleng-gelengka n kepala sambil
menahan senyum. Sementara dia cuma
ngikik melihat ekspresi saya.
Saya memulai membacanya. Dan sampai
saat inipun saya masih hapal dengan
kata-katanya. Begini isi surat itu.
Kepada YTH

Calon istri saya, calon ibu anak-anak
saya, calon anak Ibu saya dan calon
kakak buat adik-adik saya
Di tempat

Assalamu'alaikum Wr Wb

Mohon maaf kalau anda tidak berkenan.
Tapi saya mohon bacalah surat ini
hingga akhir. Baru kemudian silahkan
dibuang atau dibakar, tapi saya mohon,
bacalah dulu sampai selesai.

Saya, yang bernama ...... menginginkan
anda ......untuk menjadi istri saya.
Saya bukan siapa-siapa. Saya hanya
manusia biasa.
Saat ini saya punya pekerjaan.

Tapi saya tidak tahu apakah nanti saya
akan tetap punya pekerjaan. Tapi yang
pasti saya akan berusaha punya
penghasilan untuk mencukupi kebutuhan
istri dan anak-anakku kelak..

Saya memang masih kontrak rumah. Dan
saya tidak tahu apakah nanti akan
ngontrak selamannya.
Yang pasti, saya akan selalu berusaha
agar istri dan anak-anak saya tidak
kepanasan dan tidak kehujanan.

Saya hanyalah manusia biasa, yang
punya banyak kelemahan dan beberapa
kelebihan. Saya menginginkan anda
untuk mendampingi saya. Untuk menutupi
kelemahan saya dan mengendalikan
kelebihan saya. Saya hanya manusia
biasa. Cinta saya juga biasa saja.

Oleh karena itu. Saya menginginkan
anda mau membantu saya memupuk dan
merawat cinta ini, agar menjadi luar
biasa.

Saya tidak tahu apakah kita nanti
dapat bersama-sama sampai mati. Karena
saya tidak tahu suratan jodoh saya.
Yang pasti saya akan berusaha sekuat
tenaga menjadi suami dan ayah yang
baik. Kenapa saya memilih anda ?
Sampai saat ini saya tidak tahu kenapa
saya memilih anda.
Saya sudah sholat istiqaroh berkali-
kali, dan saya semakin mantap memilih
anda.

Yang saya tahu, Saya memilih anda
karena Allah. Dan yang pasti, saya
menikah untuk menyempurnakan agama
saya, juga sunnah Rasulullah.
Saya tidak berani menjanjikan apa-apa,
saya hanya berusaha sekuat mungkin
menjadi lebih baik dari saat ini.

Saya mohon sholat istiqaroh dulu
sebelum memberi jawaban pada saya.
Saya kasih waktu minimal 1 minggu,
maksimal 1 bulan..
Semoga Allah ridho dengan jalan yang
kita tempuh ini. Amin

Wassalamu'alaikum Wr Wb


Saya memandang surat itu lama. Berkali-
kali saya membacanya. Baru kali ini
saya membaca surat 'lamaran' yang
begitu indah.

Sederhana, jujur dan realistis. Tanpa
janji-janji gombal dan kata yang
berbunga-bunga.
Surat cinta minimalis, saya
menyebutnya :D.

Saya menatap sahabat disamping saya.
Dia menatap saya dengan senyum
tertahan.

"Kenapa kamu memilih dia."

"Karena dia manusia biasa." Dia
menjawab mantap. "Dia sadar bahwa dia
manusia biasa. Dia masih punya Allah
yang mengatur hidupnya.

Yang aku tahu dia akan selalu berusaha
tapi dia tidak menjanjikan apa-apa.
Soalnya dia tidak tahu, apa yang akan
terjadi pada kita dikemudian hari.
Entah kenapa, Itu justru memberikan
kenyamanan tersendiri buat aku."

"Maksudnya?"

"Dunia ini fana. Apa yang kita punya
hari ini belum tentu besok masih ada.
Iya kan ? Paling gak.
Aku tau bahwa dia gak bakal frustasi
kalau suatu saat nanti kita jadi
gembel.

"Ssttt." Saya membekap mulutnya.
Kuatir ada yang tau kalau kita belum
tidur. Terdiam kita memasang telinga.
Sunyi. Suara jengkering terdengar
nyaring diluar tembok. Kita saling
berpandangan lalu cekikikan sambil
menutup mulut masing-masing.

"Udah tidur. Besok kamu kucel, ntar
aku yang dimarahin Mama." Kita kembali
rebahan. Tapi mata ini tidak bisa
terpejam. Percakapan kita tadi masih
terngiang terus ditelinga saya.

"Gik..."

"Tidur. Dah malam." Saya menjawab
tanpa menoleh padanya. Saya ingin dia
tidur, agar dia terlihat cantik besok
pagi. Kantuk saya hilang sudah,
kayaknya gak bakalan tidur semaleman
nih.

Satu lagi pelajaran pernikahan saya
peroleh hari itu.
Ketika manusia sadar dengan
kemanusiannya. Sadar bahwa ada hal
lain yang mengatur segala kehidupannya.
Begitupun dengan sebuah pernikahan.
Suratan jodoh sudah tergores sejak ruh
ditiupkan dalam rahim. Tidak ada
seorang pun yang tahu bagaimana dan
berapa lama pernikahnnya kelak.

Lalu menjadikan proses menuju
pernikahan bukanlah sebagai beban tapi
sebuah 'proses usaha'. Betapa indah
bila proses menuju pernikahan
mengabaikan harta,
tahta dan 'nama'.

Embel-embel predikat diri yang selama
ini melekat ditanggalkan.

Ketika segala yang 'melekat' pada diri
bukanlah dijadikan pertimbangan yang
utama.
Pernikahan hanya dilandasi karena
Allah semata. Diniatkan untuk ibadah.
Menyerahkan secara total pada Allah
yang membuat skenarionya.

Maka semua menjadi indah.

Hanya Allah yang mampu menggerakkan
hati setiap umat-NYA. Hanya Allah yang
mampu memudahkan segala urusan. Hanya
Allah yang mampu menyegerakan sebuah
pernikahan.

Kita hanya bisa memohon keridhoan
Allah. Meminta-NYA mengucurkan barokah
dalam sebuah pernikahan. Hanya Allah
jua yang akan menjaga ketenangan dan
kemantapan untuk menikah.

Lalu, bagaimana dengan cinta ?

Ibu saya pernah bilang, Cinta itu
proses.
Proses dari ada, menjadi hadir, lalu
tumbuh, kemudian merawatnya.

Agar cinta itu bisa bersemi dengan
indah menaungi dua insan dalam
pernikahan yang suci. Witing tresno
jalaran garwo(sigaraning nyowo),
kalau diterjemahkan secara bebas.
Cinta tumbuh karena suami/istri
(belahan jiwa).

Cinta paling halal dan suci. Cinta dua
manusia biasa, yang berusaha
menggabungkannya agar menjadi cinta
yang luar biasa. Amin.

Readmore »»